Suksesi Nasional

Siapapun nantinya akan menjadi Presiden
dan Wakil Presiden, tak ada bedanya. Sejak reformasi digulirkan tahun 1998,
tentunya kita harapkan akan terjadi perubahan manajemen hukum, politik, ekonomi,
sosial budaya, agama, dan pertahanan keamanan. Tapi kenyataannya kondisi
tersebut tidak banyak berubah, bahkan sebaliknya kita semakin kehilangan arah.
Kalaulah sejak awal sistem manajemen pemerintah lebih tertata guna menghadapi
krisis seperti sekarang ini, tentunya persoalannya akan lain. Kita tidak akan
menderita berkepanjangan akibat krisis multidimensional yang kita rasakan
seperti saat ini.


Jujur saja, ada persoalan yang terabaikan sejak reformasi mulai merebak
di republik ini antara lain, karena kita lebih terfokus pada kegiatan politik
praktis, ketimbang memikirkan kelanjutan kehidupan berbangsa di negeri ini. Dan
memang ada banyak persoalan mengapa semuanya ini bisa terjadi.


Pertama, reformasi yang
digulirkan sesungguhnya tidak memiliki agenda atau konsep jelas yang dapat
dinikmati langsung oleh rakyat. Kedua, visi dan misi reformasi hanya sebatas
menggantikan pemerintahan lama dengan pemerintahan baru, tanpa mengubah
struktur atau aturan serta perilaku para penyelenggara negara. Dengan kata lain,
reformasi hanya menyentuh situasi musiman, tidak sampai kepada substansi
persoalan, dan sistem strategi pembangunan di negeri ini. Dan ketiga, tidak
adanya tokoh karismatik atau tokoh panutan dan kepemimpinan yang menjadi tokoh
sentral dalam pergerakan reformasi. Bahkan ada kesan, tokoh yang tampil tidak
lebih baik dari tokoh yang pernah dihujat.

Persoalannya sekarang, ada beberapa hal
yang perlu mendapat tekanan, sekaligus
pembenahannya, antara lain, soal kepemimpinan nasional. Kita melihat
banyak pemimpin, banyak tokoh, baik dari kalangan akademisi dan praktisi, tapi
kenyataannya tak seorangpun diantara mereka yang pantas dijadikan contoh dan teladan
layaknya seorang pemimpin yang memiliki karismatik. Padahal bangsa ini
memerlukan pemimpin yang mampu memberikan contoh.

Tak pelak lagi, perlu ada terobosan baru
dengan tampilnya tokoh muda menggantikan tokoh tua dalam posisi kepemimpinan
nasional, yang akan menawarkan keinginan dan masa depan bangsa ini yang lebih
berpihak kepada kepentingan rakyat. Sebagai ilustrasi, kita pernah dipimpin
dari kalangan tokoh muda sejak merdeka 17 Agustus 1945, dwitunggal Bung Karno
dan Bung Hatta. Kemudian tahun 1967, kita juga pernah dipimpin tokoh muda dari
kalangan tentara HM Soeharto. Lantas yang menjadi pertanyaan, apakah di republik
ini sudah tidak ada lagi tokoh muda yang berani tampil untuk memimpin bangsa
ini.

Jawabnya, ada. Persoalannya, karena pola
rekrutmen dan sirkulasi kader di internal sebagian partai politik (parpol) berjalan lambat. Di sini generasi muda yang
ada di parpol harus mempercepat proses itu melalui perebutan kepemimpinan di tingkat
daerah.

Mengutip pendapat Direktur Lingkar
Madani (LIMA) Ray Rangkuti, bahwa kepemimpinan dari tokoh muda bukan karena
tren, tapi signifikan dan substansial. Sehingga, banyak kalangan tidak berharap
besar dalam Pemilu 2009. Karena suksesi nasional masih didominasi para politisi
tua, makanya tugas politisi muda harus merobohkan dominasi elit tua di internal
partainya masing-masing.

Kita saksikan sekarang ini, banyak pemimpin dari
tokoh tua yang berlomba-lomba ingin menjadi Capres (calon presiden) dan
Cawapres (Calon Wakil Presiden) pada Pemilu 2009 mendatang. Namun nyaris tidak
ada satupun diantara mereka yang mampu memimpin. Buktinya, bangsa dan negara
ini mulai kehilangan arah. Ibarat sebuah kapal, kita tidak memiliki nahkoda
yang piawai melihat kompas dalam menentukan arah kapal. Dan kalau ini kita
biarkan, bukan tidak mungkin kapal itu akan karam akibat kebodohan kita. Jadi
dari kiasan tadi, pemimpin yang ada sekarang ini bukan lahir dari proses dan
prosedur yang jelas dalam menuju suksesi nasional.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angka Umpasa di Na Marhusip

Contoh Umpasa batak

Lagu sekilas