Masalah Suksesi yang Mendesak

Oleh Onghokham

BARU-baru ini ada panik baru di Jakarta. Kabar angin bahwa Liem Sioe Liong
meninggal, menimbulkan rush, penarikan dana-dana dari bank BCA. Kabar
tersebut kabar angin, desas desus dan tidak benar. Panik terjadi biarpun
suksesi pada perusahaan Oom Liem dan BCA kelihatannya lebih teratur dan
terjamin di Republik ini. Namun ia masih sempat menimbulkan panik di
kalangan masyarakat. Peristiwa ini alamat buruk bagi kita semua karena itu
terpaksa kami berbicara.

Seperti lazimnya setiap tahun pada 30 September kita dapat menyaksikan film
Pengkhianatan G-30-S PKI di televisi yang disiarkan secara sentral. Bagi
setiap orang film tersebut memberi kesan tertentu dan dari mana ia membuat
konklusi-konklusi tertentu. Memang pemutaran film tersebut dimaksudkan
demikian, agar kita dapat menerima kegunaannya.

Sebagai sejarawan, saya, dalam tulisan ini ingin mencoba menarik beberapa
pelajaran dari sejarah ini. Saya rasa tragis sekali kalau kita tidak dapat
belajar dari peristiwa yang menjadi tragedi nasional itu. Kita harus ingat
bahwa di samping tujuh pahlawan revolusi, para jenderal yang terbunuh, masih
ada juga ratusan ribu kalau tidak sejuta orang Indonesia yang mati karena
peristiwa itu. Bagaimanapun G-30-S merupakan tragedi nasional.

***

SEPERTI terungkap dalam film Pengkhianatan G-30-S PKI sebenarnya yang
menjadi sebab krisis adalah penyakit Bung Karno, yang pada waktu itu adalah
presiden dan pemimpin besar revolusi (PBR). Satu-satunya pilar utama
struktur politik pada September 1965.

Penyakit Bung Karno seperti diuraikan dalam film, mencapai suatu stadium
yang akut dan membahayakan. Diperkirakan bahwa penyakit ginjal Bung Karno
telah memasuki keadaan fatal dan bahwa beliau hanya dapat bertahan hidup
enam bulan lagi. Keadaan kesehatan Bung Karno tidak diumumkan secara resmi
tetapi tersebar cukup luas sebagai gosip (rumor) atau kabar angin.

Kabar angin semacam itu banyak beredar di kalangan masyarakat beberapa tahun
waktu itu. Namun, entah kenapa pada kira-kira paruh kedua tahun 1965 gosip
tersebut menjadi fakta bagi masyarakat luas, artinya banyak yang percaya
bahwa keadaan kesehatan Bung Karno memang sudah demikian buruk. Padahal
dalam kenyataan sejarah, Bung Karno masih hidup selama lima tahun setelah
peristiwa G-30-S PKI. Selama jangka waktu lima tahun itu keadaan Bung Karno
baik secara fisik maupun psikis jauh lebih buruk dibandingkan zaman
sebelumnya. Jadi apa keadaan kesehatan Bung Karno yang dikatakan parah itu
benar atau hanya kabar-angin dan gosip?

Bagaimanapun juga sebagian besar masyarakat, para pejabat, politisi,
menteri, para jenderal, yang paling atas dan yang paling dekat dengan Bung
Karno, seperti sebagian besar masyarakat Indonesia pada waktu itu hanya
mengetahuinya sebagai suatu gosip yang dipercaya benar dan karena itu
menjadi "fakta". Dengan singkat, keadaan kesehatan Bung Karno pada waktu itu
menjadi faktor utama yang menentukan dinamika politik dan sejarah.

Apakah presiden pada waktu itu sadar bahwa spekulasi tentang kesehatannya
merupakan faktor yang menentukan dinamika politik? Sepanjang ingatan saya
tidak ada usaha dari presiden untuk membantah masalah kesehatan PBR, juga
tidak ada yang menanyakan. Maaf, kita tidak demokratis pada waktu itu!

Dalam suatu masyarakat demokratis seperti Amerika Serikat bisa ada gosip
dari lawan politik seorang presiden, sebagaimana dialami Bill Clinton yang
dikatakan memiliki penyakit seks yang fatal. Akan tetapi di sana ada pers
yang bebas dan berwibawa yang dapat mematikan kabar angin seperti itu. Di
Indonesia tidak ada sensor terhadap kabar angin. Malah waktu itu pers yang
kena sensor, sehingga tak dapat membantah isi kabar angin kecuali berkaitan
dengan hal-hal yang tampak secara fisik, seperti gosip bahwa Bung Karno
kecapaian setelah menari lenso semalam suntuk.

Masalah kedua yang tidak kurang pentingnya daripada kesehatan Presiden
adalah "aksi sepihak". Aksi ini bersumber pada Undang-undang Pokok Agraria
yang akan mengubah struktur pedesaan khususnya di Jawa, dan Bali. Di sini
tidak akan dibicarakan isi dan faedah UUPA tersebut. Akan tetapi
digunakannya oleh PKI (BTI = Barisan Tani Indonesia, organisasi mantel di
bawah PKI) untuk mengganggu, menantang, menggugah, atau mencela pimpinan
desa dan kaum "mapan" (yang juga tetap dalam keadaan subsistensi) untuk
mendapatkan bagian yang lebih adil.

Dalam keadaan agraria di Jawa, hal ini seperti yang "miskin" digugat oleh
yang lebih miskin dengan ancaman bagi yang cekap untuk menjadi yang miskin
di desa. Singkatnya konflik-konflik di pedesaan justru karena keadaan
tersebut di atas dan menjadi konflik yang sangat ganas. Sebab, kemudian
menjadi konflik untuk survival atau mempertahankan hidup bagi yang terlibat
di dalamnya.

Dari pihak pemerintah pada waktu dipimpin oleh PBR, UUPA ini belum akan
dilaksanakan secara resmi biarpun sudah disetujui oleh pemerintah dan DPR
pada waktu itu. PKI/BTI sudah melancarkan aksi-aksi guna pelaksanaan UUPA
tersebut, atau aspek anti-mapanismenya. Aidit yang mengadakan riset di
pedesaan di mana ia mensinyalir adanya tujuh-setan-desa yakni unsur tuan
tanah, (di-Jawa? Sic!), lintah darat (dalam zaman inflasi?-Sic!), dan
sebagainya.

Memang para pejabat desa dari lurah sampai ke kamitua termasuk yang cekap
dan sering arogan terhadap yang tidak memiliki apa-apa (kaum the have-nots)
dan sering menjalankan kekuasaannya secara sewenang-wenang. Hal ini sudah
biasa sejak berabad-abad. Akan tetapi kini the have-nots ini seakan-akan
mendapat backing dari pemerintah pusat dan kekuatan-kekuatan lain seperti
PKI (bagian dari ideologi Nasakom, biarpun belum dalam kekuasaan eksekutif).

Aksi sepihak yang dilancarkan oleh PKI/BTI secara langsung merongrong
kewibawaan dan kekuasaan (otoritas) pemerintah. Berhasilnya, bahkan adanya
aksi sepihak ini, meniadakan pemerintah dan menyebabkan lowongan kekuasaan.
Revolusi Perancis mengambil sebagai tanggal permulaannya pada 14 Juli 1789
(Le Quatorze Juillette atau the Bastille Day) yang sampai kini dijadikan
Hari Nasional Republik Perancis. Pada hari tersebut rakyat kota Paris
berontak dan sasaran mereka adalah penjara Benteng Bastille.

Anehnya aksi sepihak PKI/ BTI tersebut seakan-akan mendapat restu pemerintah
karena mungkin pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa. Aksi sepihak juga
menciptakan, seolah-olah, PKI/BTI merupakan kekuatan besar yang lambat laun
akan menggantikan otoritas pemerintah di daerah, dan memang proses ini dapat
terjadi. Sampai di mana aksi sepihak ini kemudian dicoba pada tingkat paling
atas yakni oleh Kolonel Untung dengan kudeta-nya yang merupakan salah suatu
puncak aksi sepihak. Aksi sepihak ini gagal mengungkapkan kekosongan
kekuasaan dan ketidakberdayaan PBR dan politiknya.

***

ADA masalah lain yang tidak kurang serius. Ada perang (konfrontasi dengan
Malaysia) yang tidak selesai-selesai, isolasi Indonesia dari dunia
internasional, keadaan ekonomi yang sangat buruk, dan seterusnya. Namun
sebab-sebab langsung dalam proses runtuhnya pemerintah Soekarno adalah gosip
yang dipercaya banyak orang bahwa PBR sakit fatal dan aksi sepihak yang
meniadakan otoritas pemerintah.

Gosip, rumor dan kabar angin sejak dahulu kala ada dan merupakan bagian dari
budaya bangsa. Khususnya karena tidak ada pers bebas untuk membantahnya.
Gosip menjadi kenyataan berita kalau tidak dapat dibantah dengan meyakinkan.
Pun, sejak dahulu ia dapat mengobarkan pemberontakan terhadap regim atau
dipergiatnya apa yang pada waktu itu dengan jargon pada waktu itu disebut
"gymnastik revolusioner''.

"Gymnastik Revolusioner" adalah latihan-latihan sebenarnya lebih bersifat
menantang terhadap otoritas legal. Proses ini adalah dalam rangka
pengambilalihan kekuasaan pemerintah. Dengan sendirinya golongan-golongan
lain ikut mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan zaman. Pada waktu
itu gerakan drumb band menjadi basis kekuatan non-PKI, seakan-akan
drumb-band seperti itu juga melakukan aksi sepihak. Pihak PKI memakai dasar
legal politik pemerintah yakni masyarakat hendak mengisi acara pemerintah
tentang "angkatan kelima" yang pada waktu itu diartikan sebagai rakyat yang
dipersenjatai atau adanya konskripsi militer.

Dengan sendirinya orang bertanya "apa kini keadaannya sudah hamil tua".
Gosip memang banyak seperti dahulu dan usia kepemimpinan lanjut. Namun baik
gosip maupun usia lanjut belum merupakan hal yang menentukan dalam pendapat
penulis. Sebaliknya "gymnastik revolusioner" sudah dimulai lagi dengan
kejadian-kejadian seperti yang terlihat di beberapa kota di Jawa,
Banjarmasin, Ujungpandang dan lain-lain. Sampai di mana bahaya tragedi
1965/1966 akan terulang dalam bentuk perang-saudara atau perang
antargolongan dengan segala konsekuensi terhadap hari depan.

Menurut penulis, lebih dari pada periode-periode sejarah kita yang lampau,
kali ini masalah suksesi merupakan yang paling gawat saatnya. Pada masa-masa
lalu bangsa dan masyarakat tidak memiliki modal dalam eksistensi bangsa dan
negara, artinya ada golongan menengah. Bila kali ini suksesi menyebabkan
kita ke zaman NOL lagi maka kemungkinan untuk bangkit kembali dapat lenyap.
Kini pun mungkin krisis suksesi sudah dimulai namun di bidang perekonomian
dan kepercayaan di bidang tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angka Umpasa di Na Marhusip

Contoh Umpasa batak

Lagu sekilas