Makalah HTN

Makalah Sejarah dan Fungsi BPK
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan bergulirnya reformasi untuk menuju supremasi hukum, penegakan hukum merupakan salah satu cara utama yang harus dibenahi dan dikokohkaan untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Dewasa ini, mulai banyak bermunculan permasalahan rumit yang sedang dihadapai oleh negara Indonesia. Permasalahan ini sudah mencakup banyak aspek, mulai dari aspek ekonomi, sosial, budaya, politik, hingga pertahanan keamanan. Dalam era reformasi ini, setelah tumbangnya pemerintahan Orde Baru, agenda yang menjadi sorotan utama adalah masalah pemberantasan kasus-kasus korupsi. Masalah inilah yang merupakan salah satu penyebab utama runtuhnya pemerintahan Orde Baru. Di dalam pemilu pun, agenda pemberantasan korupsi merupakan isu yang layak jual untuk menarik massa.
Korupsi di Indonesia seakan telah menjadi budaya yang memasuki berbagai bidang kehidupan, apalagi di sektor birokrasi kita yang sudah terkenal sangat sophisticated dalam berkorupsinya. Hal ini diperkuat oleh data survey lembaga internasional yang menyatakan bahwa Indonesia termasuk dalam jajaran sepuluh besar negara terkorup. Hal ini sungguh merupakan sesuatu yang memperihatinkan yang harus segera mendapatkan perhatian dari segenap bangsa Indonesia.
Pasca reformasi, pemerintah semakin gencar berusaha untuk memusnahkan tindakan-tindakan korupsi yang telah terlanjur menjadi budaya di Indonesia. Dalam memberantas budaya korupsi di Indonesia, pemerintah juga telah membuat lembaga-lembaga, badan-badan, atau komisi-komisi yang tupoksinya terkait dengan usaha-usaha pemeberantasan korupsi. Lembaga, badan, atau komisi tersebut antara lain, MA, BPK, KPK, Kepolisisan, Timtastipikor, KY, BPKP, dan Kejaksaan Agung, yang dalam menjalankan tugasnya semuanya saling terkait dan saling mendukung dalam sebuah sistem yang dibentuk oleh pemerintah. Namun, dalam paper ini penulis hanya membahas tentang lembaga Badan Pemeriksa Keuangan.Badan pemeriksa Keuangan merupakan lembaga negara tertua yang bertugas menanggulangi dan memberantas terjadinya tindak pidana korupsi dibandingkan dengan lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia dinadingkan dengan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau lembaga yang diberi nama Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor). Rumusan tentang Badan Pemeriksa Keuangan ini telah sejak negara kesatuan Republik Indonesia berdiri dan dimuat dalam Undang-undang dasar 1945.
Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana telah disebutkan di atas, maka dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk mengangkat dan membahas perihal sejarah dan tujuan dibentuknya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini ) dengan segala asfeknya dalam suatu karya ilmiah yang berbentuk makalah, dengan judul pilihan adalah : “SEJARAH PEMBENTUKAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DAN KIPRAHNYA DALAM UPAYA MENANGGULANGI DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, serta mengingat luasnya ruang lingkup pengkajian mengenai sejarah, peran dan fungsi Badan pemeriksa keunagna dengan segala asfeknya, maka penulis mencoba untuk membatasi permasalahan dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimanakah sejarah pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan apa dasar hukumnya ?
2. Bagaimanakah peran dan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan dalam hal pengawasan pengelolaan keuangan negara dan penanggulangan terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia ?

C. Metode Penelitian

Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka penulis belum dapat melakukan penelitian secara lengakap dan detil guna memenuhi standar penilitian yang ada. Untuk itu penulis dalam melakukan penelitian ini dilakukan secara uji kualitatif dan tanpa uji hipotesa. Metode yang digunakan adalah metode deskriftif-analitis, yaitu suatu tipe penelitian yang berusaha melukiskan realitas sosial yang kompleks melalui penyederhanaan dan klasifikasi dengan memanfaatkan konsep-konsep yang dapat dijelaskan suatu gejala sosial secara analitis.
Sumber data berdasar dari literatur, dokumen-dokumen, dan tulisan-tulisan para pakar dibidangnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Dibentuknya Badan Pemeriksa Keuangan

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan sementara di kota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan pertama adalah R. Soerasno. Untuk memulai tugasnya, Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya Nomor : 941 tanggal 12 April 1947 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.
Dalam Penetapan Pemerintah Nomor : 6 Tahun 1948 tanggal 6 Nopember 1948 tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai ketentuan Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950 No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah Netherland Indies Civil Administration (NICA).
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor menempati bekas kantor Dewan Pengawas Keuangan RIS. Personalia Dewan Pengawas Keuangan RIS diambil dari unsur Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta dan dari Algemene Rekenkamer di Bogor.
Pada Tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan Dekrit Presiden RI yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945. Dengan demikian Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945. Meskipun Badan Pemeriksa Keuangan berubah-ubah menjadi Dewan Pengawas Keuangan RIS berdasarkan konstitusi RIS Dewan Pengawas Keuangan RI (UUDS 1950), kemudian kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUD Tahun 1945, namun landasan pelaksanaan kegiatannya masih tetap menggunakan ICW dan IAR.
Dalam amanat-amanat Presiden yaitu Deklarasi Ekonomi dan Ambeg Parama Arta, dan di dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 serta resolusi MPRS No. 1/Res/MPRS/1963 telah dikemukakan keinginan-keinginan untuk menyempurnakan Badan Pemeriksa Keuangan, sehingga dapat menjadi alat kontrol yang efektif. Untuk mencapai tujuan itu maka pada tanggal 12 Oktober 1963, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 7 Tahun 1963 (LN No. 195 Tahun 1963) yang kemudian diganti dengan Undang-Undang (PERPU) Nomor : 6 Tahun 1964 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Gaya Baru.
Untuk mengganti PERPU tersebut, dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 17 Tahun Tahun 1965 yang antara lain menetapkan bahwa Presiden, sebagai Pemimpin Besar Revolusi pemegang kekuasaan pemeriksaan dan penelitian tertinggi atas penyusunan dan pengurusan Keuangan Negara. Ketua dan Wakil Ketua BPK RI berkedudukan masing-masing sebagai Menteri Koordinator dan Menteri.
Akhirnya oleh MPRS dengan Ketetapan No.X/MPRS/1966 Kedudukan BPK RI dikembalikan pada posisi dan fungsi semula sebagai Lembaga Tinggi Negara. Sehingga UU yang mendasari tugas BPK RI perlu diubah dan akhirnya baru direalisasikan pada Tahun 1973 dengan UU No. 5 Tahun 1973 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.
Untuk lebih memantapkan tugas BPK RI, ketentuan yang mengatur BPK RI dalam UUD Tahun 1945 telah diamandemen. Sebelum amandemen BPK RI hanya diatur dalam satu ayat (pasal 23 ayat 5) kemudian dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A) dengan tiga pasal (23E, 23F, dan 23G) dan tujuh ayat.
Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
- UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
- UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
- UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

B. Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK) Sebagai Pemegang Kekuasaan Auditatif
Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam upaya memberantas atau menanggulangi terjadinya tidak pidana korupsi di Indonesia, pemerintah telah membuat lembaga-lembaga, badan-badan, atau komisi-komisi yang tupoksinya terkait dengan usaha-usaha pemeberantasan korupsi. Lembaga, badan, atau komisi tersebut antara lain, MA, BPK, KPK, Kepolisisan, Timtastipikor, KY, BPKP, dan Kejaksaan Agung, yang dalam menjalankan tugasnya semuanya saling terkait dan saling mendukung dalam sebuah sistem yang dibentuk oleh pemerintah.
Pada dasarnya Badan Pemeriksa Keuangan bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara. Dengan adanya pengawasan tersebut diharapkan tidak terjadi penyimpangan ataupun guna menghindari adanya praktek-praktek yang mengakibatkan terjadinya kergian negara.
Berdasarkan landasan hukumnya, kewenangan BPK telah diatur dalam UUD 1945 pasal 23E, yaitu untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara.. Selain itu dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, ditegaskan pula tugas dan wewenang BPK untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara, memeriksa semua pelaksanaan APBN, dan berwenang untuk meminta keterangan berkenaan dengan tugas yang diembannya. Di sinilah peran BPK untuk senantiasa melaporkan hasil auditnya kepada lembaga yang kompeten untuk pemberantasan korupsi. Validitas data BPK dapat dijadikan data awal bagi penegak hukum untuk melakukan penyidikan atas indikasi korupsi yang dilaporkan. Laporan BPK yang akurat juga akan menjadi alat bukti dalam pengadilan. Bukti peran BPK cukup berpengaruh besar terhadap proses penindakan kasus-kasus korupsi yaitu banyak proses hukum akan terhambat jika hasil audit BPK tidak kunjung selesai. Di bawah ini akan dijelaskan secara lebih rinci mengenai kedudukan BPK hingga nilai-nilai dasar yang menjadi acuan bagi BPK untuk bekerja.
1. Kedudukan BPK
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah badan yang memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara yang dalam pelaksanaan tugasnya bebas dan mandiri serta tidak berdiri di atas pemerintahan. BPK merupakan lembaga tinggi negara yang berwenang untuk mengawasi semua kekayaan negara yang mencakup pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, dan lembaga negara lainnya. BPK berkedudukan di Jakarta dan memiliki perwakilan di provinsi.
2. Tugas dan Wewenang BPK
Memeriksa tanggung jawab tentang keuangan Negara. Hasil pemeriksaan itu diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan kewenangannya. Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada dalam undang-undang.
3. Keanggotaan BPK
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden. Pimpinan Badan Perneriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
4. Visi BPK
Terwujudnya BPK RI sebagai lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri, profesional, efektif, efisien dan modern dalam sistem pengelolaan keuangan negara yang dalam setiap kegiatannya : (1) memiliki pengendalian intern yang kuat; (2) memiliki aparat pemeriksa intern yang kuat; dan (3) hanya diperiksa oleh satu aparat pemeriksa ekstern.
5. Misi BPK
Mewujudkan diri menjadi auditor eksternal keuangan negara yang bebas dan mandiri, profesional, efektif, efisien, dan modern sesuai dengan praktik internasional terbaik, berkedudukan di ibukota negara dan ibukota setiap provinsi, serta mampu memberdayakan DPR, DPD, dan DPRD melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
6. Nilai-Nilai Dasar BPK
a. Independensi
BPK RI adalah lembaga negara yang independen di bidang organisasi, legislasi, dan anggaran serta bebas dari pengaruh lembaga negara lainnya.
b. Integritas
BPK RI menjunjung tinggi integritas dengan mewajibkan setiap pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya, menjunjung tinggi Kode Etik Pemeriksa dan Standar Perilaku Profesional.
c. Profesionalisme
BPK RI melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesionalisme pemeriksaan keuangan negara, kode etik, dan nilai-nilai kelembagaan organisasi.
Berkaitan dengan adanya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru didirikan beberapa tahun yang lalu, maka BPK adalah badan yang memeriksa keuangan instansi-instansi pemerintah ataupun pejabat pemerintah. Hasil audit BPK merupakan indikator apakah telah terjadi penyelewengan dalam penggunaan APBN atau tidak. Jika memang misalnya dideteksi terdapat penyelewengan, maka hasil audit tersebut sangat berarti bagi KPK yang berperan sebagai penyelidik dan penyidik yang pada akhirnya melakukan penuntutan pada sidang di pengadilan tindak pidana korupsi..







BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat penulis sim-pulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Sejarah terbentuknya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara resmi pertama kali berdiri pada tanggal 1 Januari 1947 (berkedudukan sementara di Magelang) dengan dasar hukum berupa Surat Penetapan Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang pembentukan Badan Pemeriksa Keuangan.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor).
Dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950, maka Dewan Pengawas Keuangan RIS yang berada di Bogor sejak tanggal 1 Oktober 1950 digabung dengan Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan UUDS 1950 dan berkedudukan di Bogor.
Selanjutnya dengan adanya Dekrit Presiden RI pada Tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan berlakunya kembali UUD Tahun 1945, maka Dewan Pengawas Keuangan berdasarkan UUD 1950 kembali menjadi Badan Pemeriksa Keuangan berdasarkan Pasal 23 (5) UUD Tahun 1945.
Dalam era Reformasi sekarang ini, Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan dukungan konstitusional dari MPR RI dalam Sidang Tahunan Tahun 2002 yang memperkuat kedudukan BPK RI sebagai lembaga pemeriksa eksternal di bidang Keuangan Negara, yaitu dengan dikeluarkannya TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang antara lain menegaskan kembali kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan peranannya perlu lebih dimantapkan sebagai lembaga yang independen dan profesional.Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat Undang-Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;
- UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara
- UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
- UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
2. Pada dasarnya Badan Pemeriksa Keuangan bertugas melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara. Dengan adanya pengawasan tersebut diharapkan tidak terjadi penyimpangan ataupun guna menghindari adanya praktek-praktek yang mengakibatkan terjadinya kergian negara.
Berdasarkan landasan hukumnya, kewenangan BPK telah diatur dalam UUD 1945 pasal 23E, yaitu untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan Negara.. Selain itu dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, ditegaskan pula tugas dan wewenang BPK untuk memeriksa tanggung jawab Pemerintah tentang Keuangan Negara, memeriksa semua pelaksanaan APBN, dan berwenang untuk meminta keterangan berkenaan dengan tugas yang diembannya. Di sinilah peran BPK untuk senantiasa melaporkan hasil auditnya kepada lembaga yang kompeten untuk pemberantasan korupsi. Validitas data BPK dapat dijadikan data awal bagi penegak hukum untuk melakukan penyidikan atas indikasi korupsi yang dilaporkan. Laporan BPK yang akurat juga akan menjadi alat bukti dalam pengadilan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angka Umpasa di Na Marhusip

Contoh Umpasa batak

Lagu sekilas