Pengangguran
Istilah pengangguran memunculkan banyak citra: anak-anak telantar, dapur umum, majikan yang kaya, kelambanan pemerintah, dan film tentang "Great Depression" (Masa Depresi Hebat) ketika orang-orang berjalan selama berjam-jam mencari pekerjaan. Dalam gambaran-gambaran itu, tergantung pada nilai dan kepercayaan seseorang, kecenderungannya adalah ingin menyalahkan seseorang atau sesuatu -- bisnis, seseorang, atau politikus. Faktanya adalah banyak negara terganggu dengan masalah tingkat pengangguran yang cukup tinggi. Pada beberapa negara, tingkat pengangguran mencapai 12 persen, dan dalam kelompok umur tertentu, misalnya pemuda, mencapai 20 persen. Itu tidak termasuk orang-orang yang berjuang untuk mencukupi kebutuhan pokok di banyak negara di benua Afrika.
Menjadi pengangguran tidak sekadar berarti "tidak memiliki pekerjaan". Ketika suatu perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja, pemecatan atau perampingan, orang yang terkena dampaknya bisa terus melakukan pekerjaan rumah, menjadi sukarelawan di masyarakat dan komunitas lain dan mencari pekerjaan baru. Menganggur adalah keadaan ketika seorang pekerja tidak mendapatkan gaji walaupun keinginan dan kebutuhan terus ada. Bagi orang-orang di negara Barat, yang identitasnya terikat erat dengan pekerjaan, pengalaman ini biasanya menghancurkan; mereka merasa tidak berguna. Namun, pada tingkat pribadi, menganggur adalah saat untuk meninjau dan mengenal secara lebih dalam pekerjaan spiritual. Pada level sosial dan nasional, menganggur merupakan masalah pelayanan, karena masalah ini mencerminkan dosa sistematis dan kurangnya kreativitas sosial dalam menyediakan kesempatan untuk semua penduduk menggunakan karunia dan talenta mereka untuk kepentingan umum.
Kenyataan Sekarang
Di negara-negara industri dan pascaindustri, pengangguran memiliki wajah baru. Bukannya mendapatkan kedudukan tetap selama hidup dengan suatu perusahaan, sistem sekolah, atau kantor pemerintahan, sebagian besar orang terus menghadapi perjuangan seumur hidup dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Perubahan dalam dunia kerja berjalan lebih cepat daripada yang bisa ditanggung oleh banyak orang. Para pekerja saat ini menghadapi tren yang tidak tentu: dari produksi ke pelayanan, dari generalis ke spesialis, dari tugas-tugas yang berulang-ulang ke intervensi (khususnya melalui komputer), dari pendidikan usia khusus ke pembelajaran seumur hidup, dari pekerjaan nyata ke pekerjaan yang tidak nyata, dan dari pekerjaan yang sulit ke pekerjaan yang menyebabkan stres. Tetapi salah satu tren yang paling mengancam adalah perubahan dari karier seumur hidup ke beragam pekerjaan jangka pendek. Ini berarti bahwa sebagian besar orang akan mengalami beberapa bentuk pengangguran dalam hidup mereka, meskipun periode peralihannya singkat.
Pengangguran dan Kemalasan
Memang benar bahwa beberapa orang menjadi pengangguran karena performa yang buruk dan kegagalan untuk terus belajar dalam pekerjaan mereka. Orang-orang ini bisa jadi merasa bahwa menganggur merupakan tantangan dari Tuhan untuk bekerja, mencari pekerjaan penuh waktu, memeriksa alasan mengapa mereka benar-benar tidak bisa "menyatu" dengan pekerjaan mereka atau bahkan penolakan mereka untuk melakukan lebih dari yang diminta. Mereka yang menganggur perlu berusaha mengolah suatu pekerjaan sebagai suatu perilaku. Kunci prinsipnya adalah menuntut orang yang menganggur menganggap hal mencari pekerjaan itu sebagai pekerjaan.
Seseorang seharusnya memiliki disiplin yang sama dalam mencari pekerjaan seperti memiliki pekerjaan yang rutin -- waktu mulai bekerja, selesai bekerja, bersiap-siap bekerja, dan seterusnya. Menjaga kerangka pikir bekerja secara aktif untuk memenuhi kebutuhan yang terpenting -- bekerja -- merupakan hal yang penting. Selalu ada alternatif dan pilihan. Ayah saya (Stevens), seorang eksekutif bisnis, bekerja di divisi pengiriman pada saat perusahaan tempat dia bekerja sedang dalam masa sulit. Ayah saya (Mestre) bekerja di suatu perusahaan yang sedang berada pada masa-masa kejatuhan. Pekerjaannya adalah mendesain, tetapi selama beberapa minggu dia ditugaskan untuk membersihkan pabrik, karena itu adalah satu-satunya pekerjaan yang ada. Usaha, tingkat kemampuan, dan perilaku adalah faktor kunci. "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kolose 3:23). Ini adalah ayat yang baik bagi mereka yang men cari pekerjaan dengan bayaran yang tinggi dan bagi mereka yang merasa bahwa mereka menganggur. Namun, bagi beberapa orang, penyebab pengangguran lebih kompleks lagi. Bagaimana kita berpikir dan bertindak ketika seluruh ekonomi kacau, ketika pengangguran jelas bukan hasil dari usaha, perilaku, atau kemampuan seseorang?
Pengangguran sebagai Sebuah Struktur Kejahatan
Ketika suatu perusahaan bangkrut, ketika persediaan yang berlebihan memaksa pemerintah mengurangi produksi hingga keadaan kembali normal, ketika pasar bursa di Jepang turun dan seluruh ekonomi dunia mengalami kemunduran besar, ketika ekonomi suatu negara membutuhkan pengangguran struktural supaya dapat mempertahankan gaji yang tinggi, kita menghadapi kenyataan yang jauh lebih kompleks.
Menyuarakan pandangan dari banyak pakar ekonomi dan sosiologi, P.G. Schervitch berpendapat bahwa statistik pengangguran "mengelakkan berbagai interpretasi sederhana -- fakta sederhananya adalah bahwa pengangguran bukanlah fakta yang satu dimensi" (Schervitch, hal. 2). Sebenarnya orang yang kehilangan pekerjaannya karena tempat kerjanya tutup mewakili kira-kira hanya seperempat dari jumlah pengangguran. Para pekerja secara mengejutkan ternyata cepat mendapatkan pekerjaan pertama mereka segera setelah diberhentikan.
Kerohanian Para Pengangguran
Tidak diragukan lagi, bagi para pengangguran, ada godaan yang harus diatasi: jatuh dalam keadaan mengasihani diri sendiri, tenggelam dalam anggapan bahwa ia adalah korban dari "sistem", menyimpulkan bahwa mereka telah kehilangan harga diri mereka, malu di hadapan keluarga, teman, tetangga, dan gereja. Seperti kebanyakan lainnya, krisis ini merupakan bahaya dan kesempatan. Ada kesempatan untuk menegaskan kembali identitas kita dalam konteks milik siapakah kita ini daripada apa yang kita lakukan. Ada undangan untuk menemukan kembali bagaimana Tuhan telah membentuk kita dengan talenta dan kepribadian, yang cocok untuk berbagai pekerjaan, mungkin beberapa. Ada disiplin bimbingan kejuruan dan pertumbuhan yang bisa muncul dari mengeksplorasi apa yang bisa dipelajari dari diri kita sendiri dari masa "menganggur" yang menyakitkan.
Menjadi pengangguran bisa memberi pengaruh pada keluarga kita, hubungan kita dengan gereja dan komunitas, karena orang yang terluka melepaskan kemarahan dan frustrasi pada orang lain, atau merasa tidak mampu bertemu dengan orang lain. Menjadi pengangguran bisa menjadi kesempatan bagi kepahitan untuk tumbuh dalam hubungan kita dengan Tuhan karena menyangkali bahwa kita adalah pekerja yang berguna dan dibayar tinggi. Tetapi menjadi pengangguran bisa juga menjadi alat untuk menguatkan relasi kita dengan Tuhan dan orang lain ketika berusaha berdoa, menolong, dan menasihati orang-orang yang terdekat dengan kita. Pekerjaan interior ini, bersama dengan pekerjaan eksterior, yaitu mencari pekerjaan, bisa menyenangkan Tuhan dan berkenan bagi-Nya (Kolose 3:23).
Ada pilihan-pilihan sulit yang tak terelakan yang harus dibuat bila kita diharuskan mendapatkan pekerjaan. Haruskah seseorang pindah ke tempat lain di mana lapangan pekerjaan terus berkembang, atau apakah bantuan bagi pengangguran itu merupakan hal yang mereka perlukan? Apakah memberikan bantuan secara terus-menerus kepada seseorang adalah lebih penting daripada membuat mereka dapat bekerja? Haruskah kita mengerjakan apa yang ada, meskipun kita merasa tidak cocok atau tidak termotivasi untuk melakukannya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan lain yang perlu dipertimbangkan dalam konteks komunitas Kristen yang peduli, misalnya sebuah kelompok kecil di gereja. Hanya ada sedikit orang yang bisa mendapatkan pandangan tentang kondisi mereka yang menganggur tanpa mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar. Beberapa gereja dan komunitas memberikan dukungan biaya bagi para pengangguran untuk bertemu dan membagikan perjalanan kehidupan rohani mereka. Buku-buku, khusus nya yang berhubungan dengan kesedihan dan pengangguran, bisa menjadi bantuan penting, begitu pula dengan retret sehari untuk berdoa dan refleksi (Goss_, hal. 37-41). Sambil kita mencari pekerjaan, kita bekerja dan melakukan beberapa pekerjaan internal yang bisa memutarbalikkan tragedi pengangguran menjadi penemuan kecukupan di dalam anugerah Tuhan. Sementara itu orang yang sudah mendapatkan pekerjaan bisa berdoa mohon pengampunan atas dosa-dosa masyarakat dan dalam konteks yang Tuhan telah tetapkan untuk kita -- guru, tetangga, warga negara, pelaku bisnis, pegawai pemerintahan -- untuk melakukan tugas kita dengan cara-cara yang tidak hanya mengembangkan diri kita sendiri tetapi juga melengkapi orang lain. (t/Ratri)
Diterjemahkan dari:
Published in e-Konsel, 3 November 2009, Volume 2009, No. 195[
Menjadi pengangguran tidak sekadar berarti "tidak memiliki pekerjaan". Ketika suatu perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja, pemecatan atau perampingan, orang yang terkena dampaknya bisa terus melakukan pekerjaan rumah, menjadi sukarelawan di masyarakat dan komunitas lain dan mencari pekerjaan baru. Menganggur adalah keadaan ketika seorang pekerja tidak mendapatkan gaji walaupun keinginan dan kebutuhan terus ada. Bagi orang-orang di negara Barat, yang identitasnya terikat erat dengan pekerjaan, pengalaman ini biasanya menghancurkan; mereka merasa tidak berguna. Namun, pada tingkat pribadi, menganggur adalah saat untuk meninjau dan mengenal secara lebih dalam pekerjaan spiritual. Pada level sosial dan nasional, menganggur merupakan masalah pelayanan, karena masalah ini mencerminkan dosa sistematis dan kurangnya kreativitas sosial dalam menyediakan kesempatan untuk semua penduduk menggunakan karunia dan talenta mereka untuk kepentingan umum.
Kenyataan Sekarang
Di negara-negara industri dan pascaindustri, pengangguran memiliki wajah baru. Bukannya mendapatkan kedudukan tetap selama hidup dengan suatu perusahaan, sistem sekolah, atau kantor pemerintahan, sebagian besar orang terus menghadapi perjuangan seumur hidup dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain. Perubahan dalam dunia kerja berjalan lebih cepat daripada yang bisa ditanggung oleh banyak orang. Para pekerja saat ini menghadapi tren yang tidak tentu: dari produksi ke pelayanan, dari generalis ke spesialis, dari tugas-tugas yang berulang-ulang ke intervensi (khususnya melalui komputer), dari pendidikan usia khusus ke pembelajaran seumur hidup, dari pekerjaan nyata ke pekerjaan yang tidak nyata, dan dari pekerjaan yang sulit ke pekerjaan yang menyebabkan stres. Tetapi salah satu tren yang paling mengancam adalah perubahan dari karier seumur hidup ke beragam pekerjaan jangka pendek. Ini berarti bahwa sebagian besar orang akan mengalami beberapa bentuk pengangguran dalam hidup mereka, meskipun periode peralihannya singkat.
Pengangguran dan Kemalasan
Memang benar bahwa beberapa orang menjadi pengangguran karena performa yang buruk dan kegagalan untuk terus belajar dalam pekerjaan mereka. Orang-orang ini bisa jadi merasa bahwa menganggur merupakan tantangan dari Tuhan untuk bekerja, mencari pekerjaan penuh waktu, memeriksa alasan mengapa mereka benar-benar tidak bisa "menyatu" dengan pekerjaan mereka atau bahkan penolakan mereka untuk melakukan lebih dari yang diminta. Mereka yang menganggur perlu berusaha mengolah suatu pekerjaan sebagai suatu perilaku. Kunci prinsipnya adalah menuntut orang yang menganggur menganggap hal mencari pekerjaan itu sebagai pekerjaan.
Seseorang seharusnya memiliki disiplin yang sama dalam mencari pekerjaan seperti memiliki pekerjaan yang rutin -- waktu mulai bekerja, selesai bekerja, bersiap-siap bekerja, dan seterusnya. Menjaga kerangka pikir bekerja secara aktif untuk memenuhi kebutuhan yang terpenting -- bekerja -- merupakan hal yang penting. Selalu ada alternatif dan pilihan. Ayah saya (Stevens), seorang eksekutif bisnis, bekerja di divisi pengiriman pada saat perusahaan tempat dia bekerja sedang dalam masa sulit. Ayah saya (Mestre) bekerja di suatu perusahaan yang sedang berada pada masa-masa kejatuhan. Pekerjaannya adalah mendesain, tetapi selama beberapa minggu dia ditugaskan untuk membersihkan pabrik, karena itu adalah satu-satunya pekerjaan yang ada. Usaha, tingkat kemampuan, dan perilaku adalah faktor kunci. "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia" (Kolose 3:23). Ini adalah ayat yang baik bagi mereka yang men cari pekerjaan dengan bayaran yang tinggi dan bagi mereka yang merasa bahwa mereka menganggur. Namun, bagi beberapa orang, penyebab pengangguran lebih kompleks lagi. Bagaimana kita berpikir dan bertindak ketika seluruh ekonomi kacau, ketika pengangguran jelas bukan hasil dari usaha, perilaku, atau kemampuan seseorang?
Pengangguran sebagai Sebuah Struktur Kejahatan
Ketika suatu perusahaan bangkrut, ketika persediaan yang berlebihan memaksa pemerintah mengurangi produksi hingga keadaan kembali normal, ketika pasar bursa di Jepang turun dan seluruh ekonomi dunia mengalami kemunduran besar, ketika ekonomi suatu negara membutuhkan pengangguran struktural supaya dapat mempertahankan gaji yang tinggi, kita menghadapi kenyataan yang jauh lebih kompleks.
Menyuarakan pandangan dari banyak pakar ekonomi dan sosiologi, P.G. Schervitch berpendapat bahwa statistik pengangguran "mengelakkan berbagai interpretasi sederhana -- fakta sederhananya adalah bahwa pengangguran bukanlah fakta yang satu dimensi" (Schervitch, hal. 2). Sebenarnya orang yang kehilangan pekerjaannya karena tempat kerjanya tutup mewakili kira-kira hanya seperempat dari jumlah pengangguran. Para pekerja secara mengejutkan ternyata cepat mendapatkan pekerjaan pertama mereka segera setelah diberhentikan.
Kerohanian Para Pengangguran
Tidak diragukan lagi, bagi para pengangguran, ada godaan yang harus diatasi: jatuh dalam keadaan mengasihani diri sendiri, tenggelam dalam anggapan bahwa ia adalah korban dari "sistem", menyimpulkan bahwa mereka telah kehilangan harga diri mereka, malu di hadapan keluarga, teman, tetangga, dan gereja. Seperti kebanyakan lainnya, krisis ini merupakan bahaya dan kesempatan. Ada kesempatan untuk menegaskan kembali identitas kita dalam konteks milik siapakah kita ini daripada apa yang kita lakukan. Ada undangan untuk menemukan kembali bagaimana Tuhan telah membentuk kita dengan talenta dan kepribadian, yang cocok untuk berbagai pekerjaan, mungkin beberapa. Ada disiplin bimbingan kejuruan dan pertumbuhan yang bisa muncul dari mengeksplorasi apa yang bisa dipelajari dari diri kita sendiri dari masa "menganggur" yang menyakitkan.
Menjadi pengangguran bisa memberi pengaruh pada keluarga kita, hubungan kita dengan gereja dan komunitas, karena orang yang terluka melepaskan kemarahan dan frustrasi pada orang lain, atau merasa tidak mampu bertemu dengan orang lain. Menjadi pengangguran bisa menjadi kesempatan bagi kepahitan untuk tumbuh dalam hubungan kita dengan Tuhan karena menyangkali bahwa kita adalah pekerja yang berguna dan dibayar tinggi. Tetapi menjadi pengangguran bisa juga menjadi alat untuk menguatkan relasi kita dengan Tuhan dan orang lain ketika berusaha berdoa, menolong, dan menasihati orang-orang yang terdekat dengan kita. Pekerjaan interior ini, bersama dengan pekerjaan eksterior, yaitu mencari pekerjaan, bisa menyenangkan Tuhan dan berkenan bagi-Nya (Kolose 3:23).
Ada pilihan-pilihan sulit yang tak terelakan yang harus dibuat bila kita diharuskan mendapatkan pekerjaan. Haruskah seseorang pindah ke tempat lain di mana lapangan pekerjaan terus berkembang, atau apakah bantuan bagi pengangguran itu merupakan hal yang mereka perlukan? Apakah memberikan bantuan secara terus-menerus kepada seseorang adalah lebih penting daripada membuat mereka dapat bekerja? Haruskah kita mengerjakan apa yang ada, meskipun kita merasa tidak cocok atau tidak termotivasi untuk melakukannya? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan lain yang perlu dipertimbangkan dalam konteks komunitas Kristen yang peduli, misalnya sebuah kelompok kecil di gereja. Hanya ada sedikit orang yang bisa mendapatkan pandangan tentang kondisi mereka yang menganggur tanpa mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar. Beberapa gereja dan komunitas memberikan dukungan biaya bagi para pengangguran untuk bertemu dan membagikan perjalanan kehidupan rohani mereka. Buku-buku, khusus nya yang berhubungan dengan kesedihan dan pengangguran, bisa menjadi bantuan penting, begitu pula dengan retret sehari untuk berdoa dan refleksi (Goss_, hal. 37-41). Sambil kita mencari pekerjaan, kita bekerja dan melakukan beberapa pekerjaan internal yang bisa memutarbalikkan tragedi pengangguran menjadi penemuan kecukupan di dalam anugerah Tuhan. Sementara itu orang yang sudah mendapatkan pekerjaan bisa berdoa mohon pengampunan atas dosa-dosa masyarakat dan dalam konteks yang Tuhan telah tetapkan untuk kita -- guru, tetangga, warga negara, pelaku bisnis, pegawai pemerintahan -- untuk melakukan tugas kita dengan cara-cara yang tidak hanya mengembangkan diri kita sendiri tetapi juga melengkapi orang lain. (t/Ratri)
Diterjemahkan dari:
Published in e-Konsel, 3 November 2009, Volume 2009, No. 195[